(Wacana)
Universitas tidak ubahnya seperti suatu wadah atau sarana mengolah input untuk menghasilkan suatu output yang berkualitas, dimana input yang dimaksud adalah para calon mahasiswa yang telah terseleksi baik itu melalui sistem penjaringan PMDK (Penelusuran Minat Dan Kemampuan), SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) maupun sistem lainnya yang telah diterima di perguruan tinggi negeri maupun swasta, dan dalam proses produksinya sebuah universitas tentunya menggunakan sistem yang bermutu, agar lulusan dari universitas tersebut menjadi output yang berkualitas dan dapat memberikan sumbangsihnya bagi negara dan masyarakat.
Dalam hal ini Unand (Universitas Andalas) yang merupakan universitas terkemuka di Sumatera Barat juga melakukan proses tersebut, dan menginginkan hal yang sama, yaitu menjadikan lulusan sebagai mahasiswa yang bermutu. Tentunya itu semua tidak terlepas dari upaya dan proses, yaitu memiliki kedisiplinan, sarana dan prasarana yang baik, dan mahasiswa yang dihasilkan pun bermutu. Dan tahapan yang dilakukan Unand sekarang yaitu Unand menuju “universitas bertaraf Internasional”.
Muncul pertanyaan besar, telah siapkah Unand akan menjadi universitas bertaraf internasional, secara kasarnya Unand telah memperlihatkan berbagai fase kemajuan yang sangat berarti untuk menuju ke level tersebut, seperti halnya pembangunan sarana untuk memudahkan mahasiswa seperti membangun asrama mahasiswa, telah adanya sistem perparkiran yang baik dan adanya kuliah kewirausahaan yang dapat membantu mahasiswa baik berupa motivasi, materi-materi, maupun bantuan untuk mengawali membuka usaha atau menjadi wirausahawan, tetapi faktanya banyak hal juga yang harus dibenahi dari Unand secara keseluruhan, dimana sistemnya dirasa sudah baik tapi dalam pelaksanaan masih sangat kurang diantaranya dari sisi mahasiswanya masih belum memiliki disiplin yang baik dimana terbukti saat perkuliah adanya mahasiswa yang mengunakan kaos oblong dan memakai sandal capal, apakah ini mencerminkan mahasiswa? sedangkan peraturannya, seorang mahasiswa seharusnya menggunakan busana yang sopan dan rapi seperti baju yang memiliki krah dan menggunakan sepatu, dan ketidakdisiplinan lainnya dari mahasiswa yaitu dalam perkuliahan sering datang terlambat, dalam membuat tugas sering mencontek, dan dalam ujian membuat jimat, ini baru dari sisi mahasiswa, tetapi dari sisi dosen juga perlunya perbaikan dimana adanya dosen yang datang terlambat, dan dosen yang hanya hadir beberapa kali pertemuan saja dalam kuliah.
Dan dari sisi kondisi perkuliahan, dimana dirasa belum kondusif seperti halnya one-one yang berjualan di depan gedung perkulihan, dirasa belum mencerminkan Unversita yang bertaraf internasional, ini semua yang membuat Unand masih perlu bekerja keras menjadi universitas bertaraf internasional.
Belum lagi dari sarana dan prasarana, seperti halnya buku-buku perpustakaan yang kurang memadai, karena untuk menjadi universitas internasional haruslah ditunjang dengan perpustakaan yang memiliki fasilitas yang lengkap, dimana perpustakaan yang digunakan dapat memberikan berbagai manfaat dan rasa nyaman bagi mahasiswa yang berada di sana, karena perpustakaan merupakan sumber informasi untuk pencerdasan dan juga pusat informasi untuk mencari bahan-bahan perkuliahan bagi mahasiswa.
Dalam hal ini tentunya menjadi Universitas bertaraf Internasional “World Class University” adalah sangat sulit, dimana universitas bertaraf internasional memiliki persyaratan dan kriteria yang tidak mudah. Universitas bertaraf internasional haruslah memiliki tenaga pendidik (dosen) yang berkualitas, sarana dan prasarana yang mendukung serta birokrasi yang tidak berbelit-belit dan jelas, output dari universitas itu sendiri harus memiliki mutu yang baik dan nantinya dapat di terima di dunia kerja atau dapat menciptakan lapangan kerjanya sendiri.
Universitas bertaraf Internasional saat ini sedang sangat populer, khususnya di kalangan perguruan tinggi Indonesia. Istilah ini semakin terdengar terutama sejak pemerintah mengeluarkan SK mengenai otonomi bagi beberapa perguruan tinggi negeri seperti UI (Universitas Indonesia), UGM (Universitas Gajah Mada), ITB (Institut Teknologi Bandung), IPB (Institut Pertanian Bogor). Hampir semua perguruan tinggi tersebut secara tegas maupun tersirat mencantumkan visinya menuju “World Class University” atau “Universitas Bertaraf Internasional”. Perlu diingat, bahwa dunia pendidikan tinggi kita juga tidak terlepas dari unsur sosial politik yang terjadi di masyarakat sehingga pengembangan universitas juga sangat terkait dengan kebijakan-kebijakan politik pemerintah. Jika Indonesia, melalui DIKTI ingin mewujudkan harapannya memiliki 25 universitas berkelas internasional, diharapkan Unand menjadi salah satunya.
Dalam hal ini langkah Unand untuk menjadi universitas bertaraf internasional sangatlah berat disebabkan banyak hal yang harus dibenahi, bukan tidak mungkin Unand menjadi universita bertaraf internasional di Indonesia, akan tetapi perlunya Unand kembali memperbaiki sistem yang kurang efektif dan perlunya kordinasi yang baik antar warga unand baik itu mahasiswanya harus memiliki kesadaran akan sebuah kedisiplinan, dan elit-elit kampus serta jajaran universitas mampu menyatukan visi baru yaitu untuk menjadikan impian yang sudah diangan-angankan segenap civitas akademika Unand.
Unand dalam kenyataannya telah memiliki faktor-faktor yang dapat menjadikannya universitas bertaraf internasional, seperti adanya pembangunan-pembangunan, baik pembangunan berbentuk gedung- gedung perkuliahan yang baru dan pembentukan akan mutu sumberdaya manusia (mahasiswa) seperti telah diadakannya ESQ (Emotional Spritual Quotient) bagi mahasiswa baru yang telah terlaksana dua tahun ini, diharapkan akan berlanjut seterusnya. Dan untuk meningkatkan kualitas Unand itu sendiri, tinggal bagaimana kita mampu untuk berjuang mengubah hal yang belum berjalan efektif agar dapat menjadi lebih baik sehingga hal yang dirasa masih kurang dapat menjadi optimal agar tercapai Unand yang bertaraf internasional.
Apabila Unand menjadi universitas bertaraf internasional, Unand tidak hanya dapat meningkatkan mutu, disiplin dari mahasiswanya tetapi Unand juga dapat menjadi universitas yang dapat memberikan inspirasi bagi universitas lainnya untuk dapat juga menjadi universitas yang bertaraf internasional, dan disisi lainnya menjadikan Unand memiliki output yang berdayasaing tinggi yaitu memiliki lulusan yang dapat diterima oleh dunia kerja atau dunia usaha baik lokal maupun internasional, ini semua memerlukan langkah-langkah yang kongkrit, terstruktur, serta visi dan misi yan
g jelas demi terwujudnya Unand yang bertaraf Internasional.
Sekarang Ini Zaman Edan (krisis kesejahteraan sosial)
Masih ingatkah anda dengan depresi besar tahun 1930-an dimana mekanisme pasar bebasnya ala Adam Smith tidak mampu mengatasi masalah ekonomi yang besar tersebut. Keadaan saat itu benar-benar membuat perubahan besar status sosial banyak orang. Para pengusaha besar seketika menjadi miskin. Begitu juga dengan krisis moneter yang melanda asia tahun 1997. Krisis tersebut mempunyai dampak ekonomi negatif yang sangat besar.
Yang terjadi sekarang atau trend masa kini adalah krisis kesejahteraan sosial dimana krisis kesejahteraan sosial ini membuat zaman ini menjadi edan.
Apa itu krisis kesejahteraan sosial?
Krisis kesejahteraan sosial berkaitan erat dengan motif-motif ekonomi. Seperti motif ekonomi manusia sebagai konsumen dan motif manusia sebagai produsen. Motif manusia sebagai konsumen berkaitan dengan memperoleh kepuasan maksimum dan motif produsen berkaitan dengan memperoleh laba maksimum.
Krisis kesejahteraan sosial berarti terjadinya ketidakmampuan dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan produsen, konsumen dan pihak-pihak lain yang tidak saling merugikan dan tidak melanggar nilai-nilai sosial dan spritual.
Maksudnya adalah konsumen melanggar nilai-nilai sosial dan spritual untuk mencapai kepuasannya. Produsen melanggar nilai-nilai sosial dan spritual dalam berusaha atau berproduksi untuk memperoleh laba maksimum. Pemerintah/pejabat/orang-orang tertentu melakukan penyimpangan terhadap program kesejahteraan sosial.
Dengan krisis kesejahteraan sosial tersebut maka zaman ini menjadi edan. Orang-orang tidak memperhatikan nilai-nilai sosial dan spritual lagi. Ketimpangan-ketimpangan banyak terjadi dan etika moral dan spritual tidak dianggap lagi demi mencapai kepuasan dan laba maksimum.
Bagaimana fenomena edannya zaman sekarang ini yang diakibatkan krisis kesejahteraan sosial.
Berikut beberapa contoh fenomena tersebut:
#Manusia mengejar kemewahan
Manusia jaman sekarang ini menganggap bahwa kemewahan adalah hal yang harus diperoleh dan kemewahan merupakan suatu kepuasan yang maksimum bagi mereka. Karena manusia jaman sekarang mengejar kemewahan maka mereka dalam kenyataannya menggunakan cara instan agar kaya yang tidak memperhatikan nilai-nilai spritual dan sosial. Sebagai pejabat/pekerja/pegawai mereka melakukan korupsi. Sebagai produsen/pebisnis, mereka memproduksi suatu produk yang merugikan konsumen. Hal ini tampak seperti adanya kasus obat-obatan palsu, penambahan berat hewan yang akan dijual, penambahan pemanis buatan pada makanan yang kesemuanya untuk menurunkan biaya produksi agar laba maksimum tapi hal ini merugikan konsumen. Laba maksimum seperti itu dilakukan agar cepat kaya sehingga bisa membeli kemewahan atau untuk mengejar kemewahan. Untuk mendapatkan uang banyak maka pihak-pihak tertentu melanggar hph yaitu membabat atau mengkonservasi hutan di luar batas. Hal ini akan merugikan lingkungan.
Pejabat/pihak-pihak tertentu melakukan korupsi pada dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) padahal dana tersebut digunakan untuk memberi bantuan pada anak-anak kurang mampu supaya dapat bersekolah. Selain dana BOS, penyelewengan terhadap dana bantuan untuk keluarga miskin pun terjadi. Betapa buruknya moral manusia modern. Demi mengejar uang untuk membeli kemewahan maka mereka tega mengambil uang jatah untuk anak dan keluarga Miskin. Betul-betul tidak bermoral dan hal ini membuat jaman sekarang tampak sangat edan.
Para pengusaha menghindari pajak, padahal pajak digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Dan ditambah lagi korupsi terhadap pajak ini turut memperburuk keadaan.
Para pebisnis televisi sengaja mempopulerkan acara-acara berkualitas buruk yaitu acara-acara yang mengeksplorasi kemewahan, sensualitas, gaya hidup berlebihan dan bebas, agar masyarakat terbius dan produknya laku dan hal ini juga membuat masyarakat mempunyai pola hidup konsumtif dan tidak bermoral. Mereka melakukan semua itu dengan alasan “karena pasar menginginkan”. Dan tentunya akan menambah besarnya laba mereka. Mereka tidak memperhitungkan dampak dampak negatif dari program-program yang mereka buat. Mereka tidak mau mengubah haluan acara karena jika mereka membuat suatu revolusi dari program acara tersebut maka mereka akan kehilangan konsumen sehingga laba mereka akan berkurang. Hal ini berarti mereka tetap mengejar laba maksimum tanpa memperhatikan nilai-nilai sosial dan spritual. Mereka tidak mengejar laba sosial (laba yang memperhitungkan nilai-nilai sosial dan spritual).
Karena tren acara-acara buruk tapi komersil tersebut maka pengusaha-pengusaha dunia pertelevisian yang baru begitu banyak bermunculan atau memasuki pasar pertelevisian karena mudahnya menggaet konsumen dengan acara-acara yang sama. Sesungguhnya acara-acara yang mereka buat hanya untuk mendapatkan laba maksimum dan mereka tidak peduli dengan bagaimana efeknya pada konsumen mereka. Banyak anak-anak muda yang malas belajar, masyarakat malas beribadah atau menunda ibadah demi menonton acara-acara tersebut. Masyarakat menganut pola hidup berfoya-foya, konsumtif, membudayakan pergaulan tidak sehat, pemujaan terhadap wanita dan sebaginya.
Juga fenomena yang lain yang terjadi adalah seperti mengagung-agungkan artis dan adanya fans club artis mengindikasikan bahwa hal tersebut berarti mengagung-agungkan seseorang. Seorang manusia tidak boleh mengagung-agungkan manusia lain karena setiap manusia itu sama derajatnya dalam hal yang umum kecuali ketakwaannya. Tidak ada manusia yang dapat diagung-agungkan di dunia ini, tidak peduli betapa hebat, cantik,kaya atau betapa suksesnya mereka. Manusia boleh belajar dari yang baik dan tidak boleh mengidolakan manusia lain.
Peranan acara-acara televisi yang dibuat para pebisnis televisi sangat besar pengaruhnya dalam membuat orang-orang mengagung-agungkan artis-artisnya. Masyarakat meniru sikap jelek mereka yang dianggap baik. Ini juga termasuk keedanan dunia yaitu menganggap yang jelek itu baik karena alasan “trend”. Trend yang dibuat media membuat dunia ini tambah edan. Dan kesemuanya tersebut tetap mempunyai tujuan memaksimalkan laba untuk mencapai kebutuhan dan keinginan yang maksimum atau kemewahan.
Saya sendiri pernah mendengar pernyataan dari salah satu pengusaha pertelvisian di Indonesia yang ketika ditanya mengapa ia terus-terusan memproduksi sinetron-sinetron seperti itu-itu juga. Ia menjawab karena “pasar Indonesia menginginkan hal tersebut”. Ini contoh nyata dari pengusaha sendiri yang mengakuinya. Dan hal ini tentu bermotifkan keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan nilai-nilai sosial dan spritual.
#Manusia mengejar kepuasan sex
Selain mengejar kemewahan, manusia sekarang ini juga mengejar kepuasan sex. Kenikmatan atau kepuasan sex dianggap sebagai kepuasan maksimum. Dalam hal ini manusia memenuhi kepuasan sex sebagai kepuasan yang maksimum. Mereka rela membayar mahal untuk menyewa pelacur untuk memuaskan nafsu sexnya. Dalam memenuhi kepuasannya mereka tidak memikirkan nilai-nilai sosial dan spritual lagi.
Para remaja pria menjadikan momen pacaran sebagai media penyaluran kebutuhan sex. Betul-betul suatu hal yang salah secara spritual dan termasuk tindakan asosial.
Karena adanya kebutuhan sex yang tinggi dari manusia sekarang ini maka pada zaman ini menjadikan bisnis sex menjadi ada dan malah berkembang pesat diseluruh negara di dunia. Bahkan banyak negara yang melegalkan bisnis ini. Hal ini berarti menjerumuskan konsumen dan mendatangkan efek-efek negatif pada konsumen atau masyarakat pada umumnya. Karena itu fenomena masyarakat mengejar kepuasan sex ini sebagai suatu yang edan di dunia ini. Bahkan fenomena manusia yang mengejar kepuasan sex ini mengakibatkan terjadinya kasus pemerkosaan dan perzinaan. Hal ini turut memperparah keadaan dunia.
Ketimpangan sosial, ketimpangan distribusi pendapatan menjadi masalah yang tidak ada habis-habisnya. Orang kaya bertambah kaya, orang miskin bertambah miskin apalagi diakibatkan karena orang-orang tertentu yang menyelewengkan dana yang seharusnya dugunakan untuk membantu orang miskin sehingga memperparah perbedaan sosial pada masyarakat di dunia. Semua ini karena sifat-sifat produsen, konsumen dan pihak-pihak lain yang tidak dilandasi oleh nilai-nilai spritual dan sosial dimana mereka hanya memikirkan kepuasan diri yang maksimum saja dan rela merugikan orang lain. Semua hal di atas menjadikan dunia ini menjadi edan dan kesejahteraan sosial tidak tercapai atau sangat jauh dari kondisi kesejahteraan sosial.
Jadi sadarkah anda bahwa anda sekarang ini hidup di zaman yang edan dimana tidak terjadi atau jauh dari kesejahteraan sosial?
Oleh : Yuan Acitra (Mahasiswa FE Unand)
UNAND MENUJU UNIVERSITAS BERTARAF INTERNASIONAL, semoga berhasil... salam kenal.
BalasHapushttp://baganbatublog.blogspot.com/
ya,,,mari sama sama kita do'akan semoga UNAND teap menjadi yang terbaik di luar pulau jawa, dan kalau bisa menembus lima besar bersaing dengan kompetitor di Jawa
BalasHapusAmin