(Kolom Artikel)
ADA APA DENGAN GURU DAN DUNIA PENDIDIKAN KITA?
Wajah pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Bukan saja dari masalah kualitas yang jauh tertinggal dengan Negara lain, namun juga disebabkan merosotnya nilai-nilai perilaku yang ada pada elemen-elemen yang bersangkutan didalamnya. Dilihat dari kepribadian perilaku pelajar kita, tidak sedikit dari mereka yang tawuran antar sekolah atau antar perguruan tinggi, penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, ataupun perilaku mereka yang sudah tergolong dalam tindak kriminal. Seperti geng motor yang kebanyakan anggotanya masih berstatus pelajar. Akan tetapi, yang lebih mengejutkan lagi kabar buruk datang dari seorang tenaga pendidik sendiri yaitu guru. Sebut saja kasus tatkala Ujian Nasional (UN) tiba pada kelulusan kemaren, guru memberitahu atas kunci jawaban karena kekhawatiran para guru terhadap siswa-siswinya tidak lulus saat UN. Berita yang lebih terhanyar lagi dimedia cetak atau pun media masa bahwa
seorang guru di Desa Sipan Tapanuli Tengah, sekitar 350 kilometer dari Medan, Sumatera Utara (Sumut), memaksa muridnya melakukan oral seks. Tidak hanya sekali, tindakan itu sudah berlangsung lima kali. Seluruhnya dilakukan di depan kelas, dan disaksikan oleh siswa-siswi lainnya. Serta masih banyak sederetan kasus lain yang merendahkan citra seorang Guru.
Dahulu semua lapisan masyarakat sangat menghormati jasa seorang guru, karena seorang guru bisa menjadi jembatan bagi generasi muda. Gurulah sarana untuk melangkah ke jenjang yang lebih tinggi dalam mendapatkan pengetahuan bentuk formal. Tapi kini apa yang terjadi pada dunia pendidikan kita dan Guru?.Guru dan anak didik adalah modal dalam menghasilkan kualitas pendidikan. Dengan proses belajar mengajarlah seorang siswa dan guru akan bekerjasama untuk mensukseskan tujuan pendidikan. Begitu pentingnya pendidikan, sehingga suatu bangsa dapat diukur apakah bangsa itu maju atau mundur, sebab pendidikan merupakan proses mencetak generasi penerus bangsa. Kualitas sebuah pendidikan juga dipertanyakan dari kualitas seorang guru atau tenaga pendidik. Bagaimana jadinya kualitas pendidikan kita jika kualitas guru yang dulu dipuja akhirnya dicela. Terkenal dengan semboyannya guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Begitu mulianya seorang guru sehingga ia disebut seorang pahlawan, meskipun bukan berjuang untuk kemerdekaan melawan penjajah, namun dia mampu melahirkan ‘pahlawan’ baru untuk bangsa ini. Begitu banyak macam profesi yang dihasilkan seorang guru, entah itu dokter, pilot, dosen, polisi, bahkan presiden sekali pun.
Sederetan kasus yang dibuat oleh oknum guru akhirnya memberikan imej tidak baik pada dunia pendidikan di Indonesia. Hal ini pun membangun persepsi buruk dalam masyarakat kita sehingga merugikan tenaga pendidik yang lainnya. Padahal kejadian tersebut hanya dilakukan oknum yang tidak bertanggungjawab atas profesi sebagai pendidik dan pengajar. Ibarat kata pepatah satu orang makan nangka, semua kena getahnya. Bagaimana jadinya output yang akan dihasilkan oleh sebuah sekolah atau perguruan tinggi jikalau tenaga pendidiknya tidak bisa mendidik dirinya sendiri?.
Semakin tinggi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sepertinya semakin meningkat pula kuantitas penyimpangan yang diperbuat oleh ‘orang-orang yang diperhitungkan’ di negeri ini. Tidak satu atau dua instansi saja yang mendapat cela dari masyarakat. Sebut saja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang seringkali terlilit kasus korupsi, Kepolisian dengan masalah ‘tilang’ di jalan raya maupun masalah ketegasan dalam penegakan hukum, Tokoh Agama yang ikut melakukan tindak asusila, termasuk dunia pendidikan yang datangnya dari seorang Guru atau tenaga pendidik.
Guru menjadi ujung tombak dalam pembangunan pendidikan nasional. Utamanya dalam membangun dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan formal. Guru profesional dan bermartabat menjadi impian kita semua karena akan melahirkan anak bangsa yang cerdas, kritis, inovatif, demokratis, dan berakhlak. Guru profesional dan bermartabat memberikan teladan bagi terbentuknya kualitas sumber daya manusia yang kuat. Sertifikasi guru mendulang harapan agar terwujudnya impian tersebut. Hal yang menjadi catatan penting yaitu jangan hanya mempersoalkan gelar yang harus ditinggikan kualitasnya melainkan juga perhitungkan masalah moral.
Guru sebagai tenaga pendidik mestinya tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan umum namun, juga pendidikan moral dan kepribadian peserta didik. Ia adalah orangtua kedua diluar lingkungan keluarga. Memberikan contoh teladan yang baik dan memperkenalkan kepada anak-anak didik norma-norma yang mengikat kehidupan sehingga tercapailah proses pendidikan tersebut. Dua fungsi pendidikan berjalan seiring dalam sebuah instansi yaitu sekolah.
Dunia pendidikan menangis atas kesalahan ini. Belum lagi biaya pendidikan yang menjadi masalah yang belum terpecahkan, sekolah-sekolah yang masih banyak jauh dari semestinya dan minimnya sarana dan prasarana yang disediakan oleh pemerintah. Perbaikan kedepan tentunya menjadi harapan kita bersama untuk Pendidikan dan Guru-guru kita.
Penulis :Rika Wahyuni GA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar