(laporan Utama)
Resesi Moral Pelaku Pendidikan
Potret Buram Indonesia
Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan adat istiadat dan kemegahan alamnya. Namun hingga saat ini nampaknya semua rahmat itu belum dikelola dengan semestinya sehingga kesejahteraan bagi seluruh masyarakat belum jua dapat diwujudkan. Nah, selain itu Indonesia juga dikenal sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak, yang seharusnya masyarakat hidup dengan jiwa spiritual yang tinggi, dimana tenggang rasa dan saling menghargai menjadi hal wajib yang tidak boleh ditawar lagi. Namun mengapa lambat laun negara ini lemah, oleh penghuninya sendiri?
Bidang yang paling utama, penentu peradaban dan kemajuan bangsa, yakni pendidikan, sudah tercoreng. Dekadensi Moral Dunia Pendidikan, kami menyebutnya. Sebab negara yang renta ini semakin rapuh oleh tindak bejat pelaku dunia pendidikan. Kekerasan di institusi pendidikan terus saja terjadi. Oleh pendidik kepada peserta didik, baik sesame peserta didik pun.
Tidak hanya kekerasan secara fisik, pun psikis dan pelecehan seksual. Istilah guru cabul kini ramai menghiasi pemberitaan utama di media lokal maupun nasional. Dan hal itu seperti wabah yang menjalar, menular pada makhluk lainnya. Sehingga tindakan tersebut seperti di copy paste pelaku bejad lainnya.
Baru-baru ini Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak melalui Kak Seto mengumumkan data kekerasan terhadap anak terus meningkat dari tahun ke tahun. Dan sayangnya justru kekerasan tersebut terjadi di institusi pendidikan. Dan pelecehan seksual juga menunjukkan peningkatan.
Meski gencar dihujat masyarakat, meski sangsi terhadap pelaku perusak citra pendidikan itu tegas ditetapkan penegak hukum, namun cerita belum usai nampaknya. Terus saja kasus demi kasus bermunculan. Tidak saja di lingkungan sekolah, namun juga semakin mewabah ke lingkungan kampus.
Mahasiswa justru banyak yang terjerumus syahwat sesat. Tidak jarang pula kita dengar pasangan mahasiswa dipergoki tengah esek-esek di lingkungan kampus, direkam pula, sehingga aksi mereka justru dinikmati masyarakat banyak. Allahualam, mereka seperti lupa ada kuasa di atas kuasa.
Tidak cukup sampai di situ. Resesi moral juga terjadi antara dosen sebagai pengajar dan mahasiswa. Seks dijadikan andalan menjilat dosen. Jika ingin memperoleh nilai tinggi maka jangan ragu menjaja seks pada sang dosen, itu banyak terjadi. Istilah ayam kampus pun kini bukan sesuatu yang tabu lagi, di ranah minang ini pun “ayam-ayam” berkeliaran, mencari mangsa demi keuntungan mereka.
Berikut hasil liputan tim Genta Andalas sekaitan dengan hal ini
Jeruji di Dunia Malam kampus Andalas
SHORT Time atau long time? Bagi sebagian orang ini bukan kata-kata atau istilah yang aneh. Atau yang paling santer nun paling menarik juga di telinga sebagian kita yaitu istilah “ayam kampus”. Lalu bagaimana jika kita membahas tentang penjaja seks di kalangan kampus? Akan lebih menarik bukan? Atau yang lebih menarik lagi kita bicara dunia malam dan penjaja seks oleh kalangan mahasiswa Universitas Andalas?
Universitas Andalas yang kita ketahui adalah sebuah institusi pendidikan yang katanya “terbesar dan paling megah di Asia tenggara”, apa benar? Lalu apa lagi yang kita ketahui tentang Universitas Andalas? Apakah cerita tentang sebuah Universitas di Sumatera Barat yang menjadi barometer pendidikan di nagari yang kuat dengan adat dan agama ini? Atau tentang Universitas Andalas, sebuah universitas negeri yang kurang diminati di Indonesia jika dibandingkan dengan universitas lain di Pulau Jawa? Lalu apa lagi?
Kali ini Genta Andalas ingin mengajak anda untuk sedikit membuka mata lebih lebar lagi, membuka telinga lebih besar lagi. Kami mencoba mengajak anda menelisik sebuah fenomena di kampus Universitas Andalas tercinta ini. Namun sesungguhnya bagi sebagian besar anda, fenomena ini mungkin sebuah fenomena yang biasa, tidak baru, asing atau bukan fenomena ganjil lagi. Namun percayalah, bagi sebagian besar orang di kampus hijau atau di ranah minang fenomena ini mungkin akan cukup mengagetkan atau boleh kata sulit dipercaya. Ya, Fenomena kehidupan malam sebagian kecil mahasiswa Andalas yang mungkin bagi sebagian orang menarik dan bagi sebagian besarnya lagi memilukan. Fenomena yang melukiskan bagaimana dekadensi moral itu telah menjalar dengan ganas di kalangan manusia-manusia berpendidikan, khususnya di Unand.
Beberapa waktu belakangan warga Unand dikejutkan dengan tersebarnya video mesum salah seorang mahasiswa Unand, lalu mahasiswi Unand yang kepergok di kamar kost dengan mahasiswa lain, masalah mahasiswi Unand yang kepergok tengah berbuat mesum di areal kampus, dan juga mahasiswi Unand yang tengah melaksanakan KKN juga kepergok oleh masyarakat tengah berbuat mesum, atau cerita-cerita lainnya. Dan yang perlu kita ketahui bahwa itu baru sebagian kecil dari yang sesungguhnya tentang bagaimana norma bukan lagi menjadi sebuah aturan hidup untuk mengayom moral. Mungkin itu semua berawal dari sebuah adanya kesempatan untuk berbuat dengan sebuah kedok bernama “khilaf”. Namun yang ini adalah sebuah fenomena yang benar-benar di sengaja. Bukan khilaf atau karena faktor setan dan kesempatan, namun lebih dari itu semua.
Menyesuaikan dengan fenomena yang sekarang tengah kita bahas, awalnya saya sangat kesulitan mencari nara sumber yang bisa dan mau dengan baik memberikan informasi tentang dunia malam mahasiswa kepada saya. Mungkin sebagian besar banyak yang takut rahasianya terbongkar atau malah dibongkar. Namun beruntung akhirnya ada seorang mahasiswi yang mau untuk diwawancarai, walaupun harus melewati pendekatan yang begitu panjang dan berliku. Seorang mahasiswi yang ingin berbagi kisah dan mengajak seisi kampus membelalakkan mata besar-besar, bahwa fenomena ini nyata.
Sebut saja nama nara sumber kita ini “Bulan”, Bulan merupakan salah seorang mahasiswi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas. Perempuan yang berpenampilan cukup menarik ini bercerita panjang tentang bagaimana sebenarnya kehidupan dunia malam dikalangan mahasiswa, kususnya mahasiswa Universitas Andalas. Bulan menuturkan, sejauh pantauannya khusus untuk Unand para mahasiswi pelaku dunia malam kebanyakan berasal dari Fakultas Ekonomi khususnya DIII Ekonomi dan Ekonomi Ekstensi, selain itu Fakultas Hukum dan Hukum Ekstensi dan sebagian lagi mahasiswi Fakultas Sastra. Namun Bulan mengungkapkan bukan berarti di fakultas lain tidak ada, tetapi sejauh yang ia lihat di fakultas-fakultas tersebut di ataslah yang paling banyak ditemukan ayam kampus atau pelaku dunia malam.
Tarifnya bervariasi
Sistem kerjanya pun bervariasi. Ada yang langsung turun ke pub dan mencari sendiri pelanggannya dan adapula yang terpola secara tersistematis, yaitu bagi mereka yang menggunakan mami sebagai perantara. Mami-mami ini sebagian besar juga mahasiswa, selain juga ada mami-mami dari luar kampus. Mami-mami inilah yang mencarikan pelanggan untuk para anak buahnya. Yang pastinya ada bagian-bagian sesuai dengan kesepakatan yang harus dibagi antara mami dengan si anak buah, “Biasanya pembagian berkisar antara 30-70 atau 40-70% ” tutur Bulan.
Untuk bayaran tidak rata. Ada dua istilah yang acap digunakan yaitu short time dan long time, nah inilah yang tadi kita bahas di kalimat pembuka. Sama dengan pengertiannya, long time tentu bayarannya lebih tinggi dibandingkan dengan short time. Bulan menuturkan, normalnya tarif para mahasiswi yaitu berkisar di 900 ribuan dan bayaran yang paling rendah dikalangan mahasiswi berkisar antara 400-500ribu rupiah. Sedangkan bayaran termahal untuk mahasiswi dengan “varietas unggul” yaitu sampai 2 jutaan. Bahkan Bulan menceritakan ada temannya yang sampaikan dibelikan mobil oleh langganannya, diajak jalan-jalan ke Bali dan dibelanjai biaya hidup setiap bulan.
Tidak sedikit para mahasiswi yang menjajakan “jualannya” ini yang menggunakan “pemanis”, salah satunya yang sering kita kenal dengan istilah susuk. Tentunya menggunakan jasa orang pintar semacam dukun dan lainnya. Bulan mengungkapkan, pemanis ini gunanya adalah untuk memikat para langganan atau tamu yang datang ke Pub. Media yang paling sering atau biasanya digunakan oleh para ayam kampus ini adalah Pub, sebut saja beberapa pub di Kota Padang seperti Club B+/ Sedona, Pub di Hotel Pangeran, Hotel Rocky dan The Ambacang Hotel. Jika ditanyai berapa banyak mahasiswi Unand yang datang berkunjung ke pub-pub ini, maka jawabannya adalah sangat banyak. Namun tentunya tidak semua yang datang ke pub, langsung di cap adalah mahasiswa tidak baik-baik, “itu salah” menurut Bulan. Bulan menjelaskan, bahwa normalnya masyarakat lainnya, kebanyakan yang datang ke pub hanya sekedar having fun atau pergi melepas penat dan stress yang bersarang, akibat aktivitas sehari-hari. Namun Bulan mengungkapkan, kalau untuk hubungan yang lebih dalam biasanya di pub adalah proses perkenalan atau transaksi awal, kemudian party pun berlanjut ke hotel atau tempat yang telah disediakan si pengguna jasa layanan dari para mahasiswi.
Ketika ditanyai mengenai hotel yang sering digunakan oleh para ayam kampus dan pelanggannya, dengan santai Bulan menjawab “Hotel-hotel berbintang seperti Pangeran Beach, Bumi Minang, Rocky Hotel atau The Ambacang Hotel, sudah pasti menjadi tempat yang paling sering digunakan karena dihotel-hotel berbintang seperti itu keamanan mereka terjamin. Namun banyak juga yang menggunakan hotel-hotel kelas melati dan penginapan/ losmen kecil. Sebut saja, Hotel Satria di kawasan Tarandam merupakan salah satu tempat yang sering digunakan. Selain itu Wisma Puri Indah juga menjadi tempat yang paling sering dipakai” Bulan mengungkapkan bahwa dua tempat diatas sampai saat ini masih menjadi tempat yang paling aman karena dibacking oleh oknum/aparat. Jadi tempat itu masih menjadi yang paling favorit.
Namun selain hotel, Bulan mengungkapkan ada juga mahasiswi yang berani membawa langganannya ke kost atau kontrakannya. Ini rata-rata terjadi di kost/kontrakan yang berada di kawasan bawah, seperti daerah Jati dan sekitarnya. Ada yang “main” di rumah/ tempat lainnya yang disediakan para langganan dan bahkan ada yang “main” di atas mobil ungkap Bulan.
Cerita Bulan, ada pelanggan/om-om yang dalam satu malam menggunakan lebih dari satu jasa ayam kampus. Salah satu teman Bulan, yang merupakan pengusaha di Kota Padang, dalam satu malam ada yang menggunakan jasa 4 orang ayam kampus. Menurut bulan, para pelanggan/ om-om cenderung lebih menyukai jasa ayam kampus dibandingkan dengan jasa penjaja seks komersil luaran. Kecenderungan ini karena pelanggan menilai bahwa mahasiswi lebih berpendidikan/ memiliki intelektualitas tersendiri dan juga cenderung lebih bersih.
Dunia malam, ayam kampus dan obat-batan itu saling terkait.
Cerita lain di balik jajaan seks dari kalangan mahasiswi merembet ke masalah transaksi narkoba dan sejenisnya. Bulan mengungkapkan tidak jarang para ayam kampus tersebut menggunakan obat-obatan untuk meningkatkan stamina dan gairah mereka. Sebut saja seperti Inex dan shabu, Bulan mengungkapkan inex merupakan salah satu yang paling ramai digunakan dipasaran dunia malam, harga perbutirnya rata-rata 150ribu rupiah, sedangkan shabu dijual rata-rata 100ribu tiap paketnya. Bulan mengungkapkan, kadang ia dapat menggunakan satu inex untuk dua atau tiga orang teman-temannya yang lain. Tentu “efeknya akan berbeda” tambah Bulan.
Di kalangan mahasiswi pelaku dunia malam ini sendiri juga banyak ditemui persaingan, baik persaingan sehat maupun yang sudah tidak sehat lagi. Bulan mengungkapkan biasanya para mahasiswi memiliki langganan tetap, seperti om-om yang sudah langganan ia temani. Bukan tidak jarang, pertengkaran sering muncul. Karena yang satu merasa pelanggannya direbut oleh yang lainnya. Bahkan adapula terjadi pertengkaran fisik antara sesama wanita.
Awalnya saya meragukan, karena Padang serayanya bukan kota besar layaknya Jakarta, Bandung, Jogja atau Medan. Sehingga saya berfikir siapa yang akan menjadi pelanggan para ayam kampus? Apakah juga dari kalangan mahasiswa? Bulan tertawa ketika hal ini saya tanyakan kepadanya “Mas wartawan jangan mengira Padang ini sekecil apa yang anda bayangkan. Anda tau, Perusahan semen ternama di Kota ini beberapa pegawainya adalah salah satu pelanggan utama para ayam kampus, selain itu tidak sedikit juga para pejabat-pejabat pemerintahan yang menggunakan jasa ayam kampus, serta banyak lagi para lelaki berduit yang mungkin merasa kesepian,” ungkap Bulan. Bahkan ada juga anak-anak muda yang berasal dari keluarga yang notabenenya keluarga “berada” yang menghabiskan duit orang tuanya ke dunia kotor ini. Selain itu, juga ada konsumen dari kalangan mahasiswa sendiri, meski prosentasenya tidak banyak.
Juga Ada Dosen Sebagai Konsumen
Yang paling membuat saya kaget adalah ketika Bulan bercerita di salah satu fakultas non eksak di Unand, ada dosen yang rutin menggunakan jasa mahasiswinya untuk memenuhi kepuasan batinnya, hal ini masih dalam konteks antara ayam kampus dengan langgananya. Mendengar pengakuan Bulan ini, bulu roma saya sentak merinding. Rasanya tidak percaya fenomena-fenomena yang bisa disuguhkan oleh tayangan-tayangan sinetron di televisi ternyata juga ada di dunia nyata, dan yang membuat lebih miris lagi, ternyata hal itu ada di sekitar kita di Univeristas Andalas.
Bulan mengaku tidak mengetahui tentang motif lain dosen menggunakan mahasiswanya sebagai pelayan seks mereka. Seperti adanya ancaman nilai maupun yang berhubungan dengan skripsi. Sejauh yang ia temui dikalangan teman-temannya, Dosen tetap sebagai konsumen biasa. Namun ada juga yang hubungan dengan dosen lebih dari sekedar konsumen dengan penjaja. Ada yang sudah bermain jauh dari itu.
Apakah para ayam kampus ini melakukan suntik KB? tanya saya pada Bulan. Bulan mengungkapkan, mungkin ada yang suntik ke bidan, namun yang ia tahu biasanya ayam kampus tidak mau suntik KB. Cenderung lebih banyak yang menggunakan alat kontrasepsi seperti kondom.
Lalu bagaimana jika ada yang sampai hamil? “Ya mudah saja, ” ungkap Bulan. “Hari gini masih puyeng kalau ternyata kita Hamil? Ya gak lah, kan tinggal aborsi saja, ” ungkap Bulan lagi enteng. Lalu saya menanyakan tempat yang biasanya sering digunakan oleh para mahasiswi baik itu ayam kampus maupun mahasiswi biasa, kalau ternyata mereka hamil di luar nikah. Namun sayang, Bulan tidak mau angkat biacara. Ia mengaku tidak tahu dan mencoba mengalihkan pembicaraan. Saya mencoba memancing Bulan agar ia mau menceritakan lebih dalam lagi, tapi ternyata gagal. Ia hanya mengungkapkan, tidak sedikit mahasiswi/ayam kampus yang melakukan aborsi kalau ketahuan hamil. Tempat yang biasa digunakan untuk aborsi pun tidak berhasil saya peroleh.
Sejauh yang diketahui oleh Bulan, ayam kampus ada di setiap perguruan tinggi di Kota Padang baik negeri maupun swasta. Bulan menyebutkan satu persatu universitas di Kota Padang yang ia ketahui memiliki ayam kampus paling banyak, “Di perguruan tinggi swasta banyak sekali, tutur Bulan, itu baru yang saya kenal belum lagi yang tidak saya kenal, akan jauh lebih banyak lagi... dan untuk ukuran perguruan tinggi negeri Unand tak kalah banyaknya dengan perguruan tinggi swasta, ” pengakuan Bulan.
Lalu Kemana uang-uang itu mereka belanjakan?
Bulan Menuturkan, kebanyakan dari para ayam kampus berasal dari keluarga dengan ekonomi kelas bawah. Cenderung dari mereka terpancing dengan kehidupan disekitarnya yang mungkin dinilai “wah”. Memiliki handphone bagus, memiliki baju-sepatu baru, bisa shopping ke mall kapan saja, biaya perawatan tubuh ke salon, mentraktir kawan-kawan, dan motiv lainnya untuk bisa terlihat lebih dibandingkan dengan kawan-kawan yang lainnya. “Biaya perawatan ke Salon itu tidak murah, ratusan ribu” ungkap bulan. “Jadi kalau ada teman-teman anda yang ekonominya biasa-biasa saja namun bisa gonta-ganti handphone, sebentar-sebentar bali baju baru, ya patut dicurigai. Belum lagi kalau ada yang menyambung rambut (extention-red), padahal uang bulanannya pas-pasan, itu udah gak wajar lo, ” terang Bulan lagi. Saya menyambutnya dengan senyum getir. Jangan-jangan salah satu dari ciri yang disebutkan Mbak Bulan tadi adalah teman-teman saya, tapi mudah-mudahan tidak. Amin!
Faktor kecemburuan social menjadi faktor utama. Namun selain itu, ada juga yang berasal dari keluarga berada. Sebagian untuk sekedar having fun karena tidak mendapatkan kontrol dari orang tua, dan kurang mendapatkan pendidikan agama yang cukup. Selain dari itu ada juga yang berasal dari keluarga yang broken home. Latar belakang keluarga yang hancur, orang tua yang tidak akur, perceraian serta kehancuran lainnya, sehingga membuat si anak mencari pelampiasan hatinya dengan masuk ke dunia malam.
Bulan juga menceritakan, yang paling dekat dengan dunia malam sebenarnya menurutnya bukan lah seks bebas, melainkan alkohol. Karena awal dari semuanya adalah alkohol. Setelah berada dibawah pengaruh alkohol, barulah masalah-masalah lain bermunculan. Terjerat ke seks bebas, narkoba, perkelahian dan lain sebagainya.
Lalu adakah gigolo di kalangan mahasiswa Unand? Bulan mengungkapkan bahwa gigolo juga ada, meskipun begitu ia mengaku tidak begitu mengetahui seluk beluk dunia gigolo. Ia mengaku mengenal beberapa diantaranya, namun ia tidak mengetahui mahasiswa Unand yang berprofesi sebagai gigolo. Namun menurut beberapa sumber kepada saya, di Unand juga ada gigolo. Namun cukup sulit untuk mengetahui keberadaan dan pergerakannya. Namun menurut sumber lainnya, gigolo biasanya memiliki ciri tertentu, sehingga yang bisa mengetahuinya hanya kalangan-kalangan tertentu saja dalam arti kata tidak sembarangan orang yang bisa mengenalinya.
Miris memang fakta yang ternyata ada di sekitar kita. Hanya saja selama ini fakta itu tidak banyak diketahui, sehingga banyak yang tidak menyadari dan mengambil sikap tak acuh begitu saja. Namun jika ditelisik lebih dalam banyak sekali kehidupan malam yang menunjukkan sisi lain dari dunia mahasiswa, khususnya di kampus kita tercinta Universitas Andalas.
Paling tidak ini bisa menjadi potret kecil, betapa moral manusia yang melakoni dunia pendidikan sedang dipertanyakan. Tidak hanya terbatas pada pelajar atau mahasiswa, namun juga guru/ dosen. Semua menjadi satu kesatuan jika kita membahasakannya sebagai dunia/ institusi pendidikan.
Tidak bisa diverbalkan, siapa yang sesungguhnya bertanggung jawab atas kondisi yang saat ini tengah terjadi. Apakah sistem, ataukah kita sebagai manusia yang membuat dan menjalankan sistem yang sebenarnya salah? Lalu pertanyaan lainnya, jika benar yang salah adalah manusia, lalu manusia yang mana? Panjang dan berbelit-belit memang. Maka dari itu mencari pembenaran siapa yang salah kiranya juga tidak bijak menurut sebagian orang. Lau bagaimana? Bingung?
Dan tulisan ini pun serayanya tidak akan sedemikian efektif membangunkan kita civitas akademika Universitas Andalas. Namun paling tidak kami di Genta Andalas, hanya berusaha mencoba berbagi sedikit saja fakta, dan kerisauan kami. Dan pastinya kerisauan kita semua.
Sudut Pandang Hukum
Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Unand menilai bahwa dilihat dari sudut pandang hukum, kemerosotan moral para pelaku pendidikan saat ini terjadi karena selama ini setiap kasus yang terjadi tidak pernah dilaporkan atau tidak ditindak secara hukum sehingga tidak menimbulkan efek jera pada pelakunya. Sangat disayangkan, setiap kasus yang terungkap, penyelesaiannya hanya berupa perdamaian. Hal ini sangat tidak sepadan dengan rasa sakit yang diderita korban , dimana mereka harus menanggungnya seumur hidup. Misalnya tawuran yang terjadi antar pelajar diselasaikan dengan cara damai, sehingga kejadian itu terulang lagi. Padahal kerugian yang diderita sangat banyak, baik material maupun non-material. Selain itu, sanksi yang diberikan selama ini sangat ringan, kadang kala hukuman itu hanya beberapa bulan saja sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi si pelaku. Hal ini dapat memancing pelaku lain untuk melakukan tindakan yang sama karena ia melihat sanksi yang diberikan sangat ringan.
Bercermin pada beberapa fakta yang terjadi akhir-akhir ini, Unand langsung membentuk Komisi Disiplin dibawah SK Rektor No: 10/ 90/2006 tentang tata tertib kehidupan kampus yang diketuai langsung oleh PD III Fakultas Hukum, Rembrandt. Komisi Disiplin ini bertugas menangani berbagai kasus yang melanggar tata tertib kehidupan kampus seperti tindakan asusila, narkotika, tawuran, dan lain-lain.
Sanksi yang diberikan terhadap para pelaku terdiri dari tiga kategori, yaitu kategori ringan akan diberikan sanksi berupa teguran, kategori sedang akan diberi sanksi pengurangan jumlah SKS (Satuan Kredit Semester), dan yang tergolong kategori berat akan diberikan sanksi berupa dikeluarkan langsung dari Universitas Andalas.
Seseorang dikatakan sebagai tersangka apabila terdapat bukti yang jelas dan saksi yang melihat langsung kejadian dimana jumlah para saksi ini setidaknya lebih dari satu orang. Kemudian kasus tersebut akan disidang oleh komisi disiplin dan jika terbukti melakukan kesalahan maka yang bersangkutan akan mendapatkan sanksi.
Mengenai kasus dekadensi moral (kemerosotan moral) yang terjadi di luar kampus Unand yang melibatkan mahasiswa Unand, seperti adanya “ayam kampus”, pihak universitas hanya mampu memberi nasihat atau teguran saja, karena hal tersebut merupakan wewenang aparat penegak hukum. Namun, bagi mahasiswa aktif yang telah divonis oleh aparat hukum akan dibawa ke kampus untuk ditindaklanjuti oleh Universitas, apakah akan dikeluarkan atau diberi sanksi lain. Demikian ditambahkan oleh PD III Hukum, di ruang kerjanya, Jumat, (12/12). Tapi kasus seperti ini jarang terjadi di kampus, karena biasanya fenomena seperti ini lebih banyak di temui di luar.
Maraknya kasus dekadensi moral yang terjadi di dunia pendidikan saat ini seperti kekerasan antarsiswa atau mahasiswa, kekerasan oleh guru terhadap murid, pejabat terhadap bawahan, dan tidak tanggung–tanggung kasus amoral yang terjadi di kalangan mahasiswa sendiri sepertinya semakin bertambah banyak dari waktu ke waktu. Sangat disayangkan apabila bangsa kita bisa hancur karena hal semacam ini. Hendaknya lingkungan sekitar, keluarga, teman, atau para guru di sekolah sudah memperkenalkan akibat yang akan ditanggung oleh si anak jika ia berbuat tindakan amoral. Selain itu juga perlu diberikan pengetahuan tentang apa itu tindakan amoral dan sejenisnya dan mengontrol perkembangan si anak agar ia jangan sampai terlibat kasus seperti itu.
Sangat disayangkan selama ini pihak kampus sering dikatakan tidak becus mengurus mahasiswanya, padahal mahasiswa tersebut dari SMA-nya sudah bobrok moralnya dan bahkan orang tuanya di rumah sudah tidak peduli dengan anaknya. Untuk mengatasi tindakan dekadensi moral di Unand, telah diberi himbauan kepada seluruh masyarakat Unand berupa himbauan seperti pemasangan baliho dan stiker-stiker seperti mahasiswa diharapkan berpakaian sopan, tidak berambut gondrong. Selain itu, juga dibentuk komisi disiplin yang akan memperkarakan kasus tersebut sehingga menimbulkan efek jera.
Menyinggung masalah BAKTI untuk ,mahasiswa baru, “Sebaiknya sebagian besar acara BAKTI itu mempersentasikan tata tertib kehidupan kampus,” demikianlah yang dikatakan oleh PD III Fakultas Hukum, Kamis, (11/12). Tentunya kita berharap hal tersebut bisa sedikit mengatasi tindakan amoral mahasiswa di Unand, sehingga tidak ada lagi kedapatan mahasiswa yang berdua-duaan di tempat sepi, mahasiswa yang melakukan tindak kekerasan dalam bentuk apapun, ataupun mahasiswa yang terlibat kasus narkoba karena hal tersebut sudah diatur dalam tata tertib kehidupan kampus. Hal ini tentunya harus didukung oleh semua pihak, seperti mahasiswa, dosen, masyarakat, dan sebagainya, sehingga Unand bisa segera menjadi Universitas yang terkemuka dan bermartabat.
Perspektif Mahasiswa
(tindak kekerasan dalam dunia pendidikan)
“Kekerasan guru terhadap murid tidak pantas terjadi, karena murid yang salah tidak akan merasa bersalah jika dihukum dengan kekerasan, malah menimbulkan trauma dan kebencian terhadap sekolah. Bagaiman bisa maju pendidikan Indonesia? Murid yang bersalah sebaiknya bukan dihukum, tetapi diajak bicara dengan penuh perhatian dan kasih sayang.” (Nessa, FMIPA)
“Sistem pendidikan Indonesia sudah bobrok, dan oknum guru juga bermasalah. Maksudnya, saat ini siapapun bias jadi guru, sudah tidak memenuhi kualifikasi lagi.” (Asmaria, Teknik)
“Seharusnya guru lebih sabar menghadapi anak didik kalau tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru ataupun melakukan tindakan yang memang khas siswa, misalnya tidak bisa menjawab pertanyaan atau tidak memperhatikan guru di depan kelas mengobrol di kelas. Jangan langsung digetok atau ditampar” (Ayu, Farmasi)
(kasus suap dan pemerasan)
“Sebaiknya langsung dilaporkan ke pihak yang berwajib, karena sudah termasuk tindakan criminal. Tindakan ini juga sangant merusak citra pendidikan. Kalau sekolah aja ada praktik suap bahkan korupsi, bagaimana dengan lembaga-lembaga yang lebih besar seperti DPR atau MPR? “(Nessa, FMIPA)
“Harus dibabat sampai ke akar-akarnya! Kalau bisa laporin ke KPK. Hehehe...”, (Asmaria, Teknik)
”Kalau kasus suap yang aku tahu, biasanya di sekolah-sekolah favorit, misalnya ketika pendaftaran masuk SMA atau SMP. Biasanya kan kalau SMA atau SMP tidak melakukan test masuk namun hanya syarat administrasi saja. Jadi dengan suap, bisa masuk ke sekolah tersebut dengan mudah”. (Ayu, Farmasi)
”Pemerasan di dunia pendidikan hanya akan membuat siswa taku ke sekolah. Sekolah bukan tempat yang menyejukkan atau mendapatkan ilmu, malah menciptakan cikal bakal premanisme dan koruptor”, (Asni, Ekonomi)
(mahasiswa dan dunia malam)
“Mahasiswa Unand ada yang berprofesi menjadi ayam kampus? Tau dong… Tapi memang disayangkan, karena sebagian besar motifnya adalah untuk senang-senang, mengikuti trend dan mode. Uang kiriman orang tua tidak mencukupi, makanya menjerumuskan diri dengan menjadi ayam kampus” (Citra, FMIPA)
“Pastilah ada…tapi kalau yang di fakultas eksak gitu, aku baru tau… Tapi apa tidak ada tindakan dari pihak Unand? Unand punya komisi disiplin kan?”, (Eri, Peternakan)
“Mahasiswa yang berprofesi sebagai ayam kampus harus dibasmi. Mahasiswa kan calon intelektual bangsa. Pihak Unand juga harus lebih jeli terhadap civitasnya. Katanya menuju Universitas bermartabat, tapi kok tidak ada tindakan terhadap ayam-ayam kampus?”, (Shelly, Sastra)
“Universitas Andalas bukan universitas Islam. Kalo menurut aku pasti ada ayam kampus di Unand, walaupun beroperasi bukan di Unand. Pertanyaannya, apakah pelanggannya sesama anak Unand bahkan dosen Unand?Hehehe…”, (Ita, FMIPA)
Saatnya semua berkontribusi, buka mata buka telinga. Jangan sampai kita mewariskan kemerosotan di segala lini pada anak cucu kelak.
Tim Penulis : Eko Permana Putra GA (Echo Pepe GA) - Yunita Salmah Ritonga GA - Sagita Widuri GA - Rena Putria Ningsih GA
(Tulisan di atas adalah tulisan dasar yang telah mengalami editing ketika akan di Cetak di Tabloid dengan menyamarkan Institusi/ nama/ tempat dll yang dirasa perlu)