Berpesta boleh saja tidak menjadi hobi semua orang, namun yang pasti sebuah pesta tetap akan menyedot perhatian, terlebih sebuah pesta besar yang meriah dan semarak. Pesta menjadi ajang tumpah ruah kebahagiaan euforia kebersamaan yang tentunya ada motif yang berbeda dibaliknya. Apalagi sebuah pesta demokrasi yang melibatkan hampir 220 juta umat manusia di bumi Indonesia ini. Pesta yang hadir hanya sekali dalam 4 tahun ini menyimpan berbagai kisah yang menarik untuk disimak.
Pesta demokrasi yang menyentuh seluruh lapisan setanah air ini juga dapat dirasakan turut mengguncang ranah minang. Bahkan sebelum jadwal kampanye datang, telah banyak ditemui hal-hal yang berbau seruan dan ajakan untuk memilih orang atau golongan tertentu. Apalagi sejak masa kampanye diberlakukan, yah…black campaign sebuah sisi hitam yang sulit untuk dibasmi. Memasuki masa kampanye, hiasaan bendera dan spanduk terasa kian menyesaki setiap sudut kota. Hal yang sebelumnya ditakuti banyak kalangan yaitu kebiasaan masyarakat Minang yang cenderung dingin dalam menghadapi pesta demokrasi ternyata tidak benar-benar terjadi. Antusiasme urang minang belakangan bahkan kian menunjukkan euforia yang berlebih saat kampanye akbar beberapa partai politik digelar.
Kampanye akbar, begitulah puncak dari sebuah kampanye partai politik besar mengajak kader dan simpatisan bahkan publik untuk tetap memilih dan memenangkan partia masing-masing. Panggung dengan ukuran super jumbo dan atribut yang beragam bentuk dan jumlahnya betapa menggambarkan besarnya biaya yang haurs dikeluarkan partai politik untuk menggelar sebuah kampanye akbar. Di Padang sendiri tercatat beberapa partai seperti PKS, PAN, Gerindra, dan Demokrat telah menggelar kampanye akbar sesuai dengan jadwal masing masing. Untuk menarik perhatian massa, bahkan beberapa partai politik berani mendatangkan artis papan atas ibu kota untuk mengguncang panggung kampanye. Ada yang mendatangkan Changcutters, Andra and the Backbone, dan segala macamnya. Namun tidak sedikit masa yang datang menghadiri kampanye justru hanya untuk menyaksikan para artis-artis tersebut beraksi di atas panggung. Orasi politik yang sebenarnya adalah benang merah seakan hanya menjadi pelengkap aksi para bintang, bukan sebaliknya. Beberapa partai politik bahkan menghadirkan orang-orang utama di barisan terdepan, sebut saja Amien Rais, Sutrisno Bachir, Prabowo Subianto, dan orang nomor satu di Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono turut menghadiri kampanye partai masing masing. Namun euforia masyarakat menyambut laga si artis lebih bergemuruh dibandingkan dengan saat si tokoh berorasi. Subjektifitas ini tentu miliki oleh setiap orang.
Cerita lain di balik kampanye akbar yang dilangsungkan beberapa parpol ini antara lain adalah rusaknya kondisi lingkungan tempat kampanye dilaksanakan. Sebut saja ruang terbuka hijau (RTH)Imam Bonjol, usai partai Demokrat melakukan aksi kampanye akbarnya pada Minggu (29/3). Beberapa ruas taman di RTH Imam Bonjol menjadi tidak berbentuk lagi. Tumbuhan yang sedia kalanya menghiasi RTH banyak yang diinjak-injak oleh massa yang datang, bahkan rumput di lapangan pun seketika menjadi hancur dan terancam gundul di beberapa bagian. Kondisi seperti ini rawan terjadi sejak dari dulu, namun perhatian untuk hal-hal kecil ini cenderung menjadi terindahkan. Kondisi ini jelas memprihatinkan, lingkungan di sekitar RTH menjadi sembraut. Sampah-sampah tentunya dapat dibersihkan, namun kerusakan-kerusakan seperti tanaman dan rerumputan butuh dana untuk memperbaikinya.
Selain itu, pelanggaran juga masih mewarnai kampanye berbagai partai politik. Aturan untuk tidak membawa anak-anak saat berkampanye seakan tidak berlaku. Yang miris, bahkan anak-anak ini banyak yang terlepas hilang dari orang tuanya. Setidaknya dari catatan Genta Andalas saat kampanye akbar Partai Demokrat lalu sebanyak 7 orang anak hilang dan terpisah dari orang tuanya. Hal seperti ini yang sebenarnya yang harus diantisipasi, hiruk dan sesaknya manusia yang memadati lapangan Imam Bonjol kala itu seharusnya membuat orang tua harus ekstra hati-hati.
Seorang nenek yang mengaku berasal dari Balimbiang Padang bahkan sempat sempoyongan dan dievakuasi oleh massa keluar dari kepadatan massa yang menurut perkiraane panitia melebihi 75.000 jiwa. Nenek ini mengaku datang sendiri untuk melihat langsung sosok presiden dari dekat, yang kala itu hadir dalam porsinya sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat
Pesta demokrasi akan selalu menyisakan cerita-cerita unik, cerita yang tidak sepatutnya terjadi dan cerita lain yang kadang harus menyadarkan kita bahwa berdemokrasi ternyata butuh aturan main. Aktualisasi berdemokrasi dalam wajah pemilu akan menemui titik nadirnya nanti pada 9 April 2009. Semoga harga mahal sebuah demokrasi dapat dibayar dengan sebuah janji-janji yang menjadi kenyataan, janji akan kemakmuran, janji akan kebangkitan, janji akan sebuah pencerahan di masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar